PERJUANGAN KH. RUHIAT DI TASIKMALAYA MASA PENJAJAHAN BELANDA SAMPAI AWAL KEMERDEKAAN (1930-1949)

KH. Ruhiat adalah seorang kiai yang memiliki peran sentral dalam masyarakat Islam di Tasikmalaya. Sebagai seorang kiai, ia tidak hanya dikenal karena kedalaman ilmu agamanya, tetapi juga karena akhlaknya yang mulia dan kemampuannya dalam membimbing umat. Dalam masyarakat Islam di Indonesia, khususnya di daerah Sunda, kiai atau ajengan seperti K.H. Ruhiat sering dianggap sebagai tokoh kewahyuan yang mampu menjelaskan teologi yang kompleks dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat, terutama para petani dan kaum awam. Kehadiran kiai seperti K.H. Ruhiat memberikan panduan moral dan spiritual yang sangat penting di tengah-tengah kehidupan sehari-hari masyarakat, menjadikan mereka sebagai sosok yang dihormati dan diikuti.

Kontribusi K.H. Ruhiat terhadap pendidikan Islam terlihat jelas melalui pendirian dan pengembangan Pondok Pesantren Cipasung. Pada tahun 1931, K.H. Ruhiat mendirikan pesantren ini dengan tujuan untuk menyebarkan ilmu agama Islam dan membina moral umat. Pesantren ini dimulai dengan hanya 40 santri, namun berkat dedikasi dan kepemimpinan K.H. Ruhiat, jumlah santri terus bertambah. K.H. Ruhiat tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menekankan pentingnya pendidikan formal. Beliau menyadari bahwa untuk menghadapi tantangan zaman, santri harus memiliki pengetahuan yang luas, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan umum.

K.H. Ruhiat adalah seorang kiai yang berpikiran progresif. Meskipun beliau sangat memegang teguh tradisi, K.H. Ruhiat juga melihat pentingnya adaptasi dengan perubahan zaman. Beliau berpendapat bahwa santri harus menguasai ilmu pengetahuan umum selain ilmu agama, karena kedua aspek ini saling melengkapi dalam menghadapi tantangan modernitas. Pandangan ini tercermin dalam pendirian Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI), dan kemudian Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) serta Institut Agama Islam Cipasung (IAIC). Melalui institusi-institusi ini, K.H. Ruhiat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan pendidikan Islam yang holistik, yang tidak hanya berfokus pada aspek spiritual tetapi juga intelektual.

K.H. Ruhiat memulai upaya mendirikan Pondok Pesantren Cipasung pada tahun 1931 di Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Dengan hanya 40 santri pada awalnya, K.H. Ruhiat bertekad untuk menciptakan lembaga pendidikan yang mampu memberikan pendidikan agama yang mendalam sekaligus mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan zaman. Dalam kurikulum pesantren, ia tidak hanya fokus pada pengajaran kitab kuning dan ilmu agama, tetapi juga menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan praktis yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Selain itu, pesantren ini juga mengadakan pengajian sore khusus bagi ibu-ibu dan pengajian rutin untuk alim ulama, menunjukkan komitmen K.H. Ruhiat untuk memberdayakan seluruh lapisan masyarakat.

Selama masa penjajahan Belanda dan Jepang, K.H. Ruhiat menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan pesantrennya. Mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam situasi yang penuh tekanan dari penjajah bukanlah tugas yang mudah. Selain harus berhadapan dengan kebijakan penjajah yang represif, K.H. Ruhiat juga harus menghadapi ketidakpahaman dan kurangnya dukungan dari sebagian masyarakat lokal yang belum sepenuhnya menerima pendidikan Islam. Namun, dengan semangat dan tekad yang kuat, K.H. Ruhiat terus mengembangkan pesantren ini. Beliau melakukan berbagai strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Cipasung, termasuk dengan menjalin hubungan baik dengan ulama-ulama lain dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan dukungan moral dan material.

Perjuangan K.H. Ruhiat dalam mendirikan dan mengembangkan Pondok Pesantren Cipasung membawa dampak yang signifikan bagi pendidikan Islam di Indonesia, khususnya di Tasikmalaya. Pondok Pesantren Cipasung yang awalnya dimulai dengan hanya 40 santri, berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang penting di wilayah tersebut. K.H. Ruhiat menekankan pentingnya memadukan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum, sehingga lulusannya tidak hanya menguasai ajaran agama tetapi juga siap menghadapi tantangan zaman. Hal ini membuat Pondok Pesantren Cipasung menjadi contoh bagi banyak pesantren lain di Indonesia yang kemudian mengadopsi pendekatan pendidikan yang holistik ini.

Salah satu dampak besar dari perjuangan K.H. Ruhiat adalah meningkatnya kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Dengan mendirikan berbagai lembaga pendidikan formal seperti Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI), Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI), dan Institut Agama Islam Cipasung (IAIC), K.H. Ruhiat memberikan akses pendidikan yang lebih luas kepada masyarakat sekitar. Institusi-institusi ini tidak hanya mencetak lulusan yang berpengetahuan luas, tetapi juga membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berkomitmen terhadap nilai-nilai keislaman. Selain itu, para lulusan dari pesantren dan sekolah-sekolah tersebut banyak yang kemudian menjadi tokoh penting di berbagai bidang, baik di tingkat lokal maupun nasional, yang terus melanjutkan perjuangan K.H. Ruhiat dalam memajukan pendidikan dan agama.

Warisan K.H. Ruhiat juga tercermin dalam keberlanjutan pesantrennya yang kini diteruskan oleh generasi berikutnya. Anak dan cucu K.H. Ruhiat melanjutkan perjuangan beliau dengan mengembangkan Pondok Pesantren Cipasung dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. K.H. Ilyas Ruhiat, salah satu putranya, menjadi tokoh penting dalam melanjutkan visi dan misi K.H. Ruhiat, memastikan bahwa pesantren tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan zaman. Peran aktif keluarga K.H. Ruhiat dalam mengelola dan mengembangkan pesantren ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh dan inspirasi K.H. Ruhiat, yang terus hidup dan berkembang meskipun beliau telah tiada.

Lebih jauh lagi, kontribusi K.H. Ruhiat dalam bidang sosial dan keagamaan juga meninggalkan jejak yang mendalam. Keterlibatannya dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan aktivitas dakwahnya di berbagai daerah menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam dan kemerdekaan Indonesia. K.H. Ruhiat tidak hanya menjadi panutan dalam bidang pendidikan, tetapi juga sebagai pemimpin yang berani menghadapi tantangan dan tekanan dari penjajah. Semangat nasionalisme dan keagamaan yang ia tanamkan tetap hidup dalam hati masyarakat Tasikmalaya dan sekitarnya, menjadi inspirasi bagi banyak orang dalam perjuangan mereka untuk membangun bangsa yang lebih baik. Dengan demikian, warisan K.H. Ruhiat tidak hanya tercermin dalam fisik lembaga-lembaga pendidikan yang didirikannya, tetapi juga dalam semangat dan nilai-nilai yang ia ajarkan dan wariskan kepada generasi berikutnya.


Referensi

Ananda Muhammad Firdaus. (2020). Mengenal Kiai Ilyas Ruhiat yang Karismatik dari Cipasung. Diakses pada 20 Januari 2020. Dari https://www.ayotasik.com/explore-tasik/pr-33849086/Mengenal-Kiai-Ilyas-Ruhiat-yang-Karismatik-dari-Cipasung

Agung Sasongko. (2018). Mengenang Perjuangan Kiai Ruhiat di Cipasung. Diakses pada 29 Agustus 2018. dari https://khazanah.republika.co.id/berita/pe7e91313/mengenang-perjuangan-kiai-ruhiat-di-cipasung

Abun Bunyamin Ruhiat. (2022). Riwayat Perjuangan Abah Ruhiat Cipasung. Diakses pada 11 November 2022. dari https://jabar.nu.or.id/tokoh/riwayat-perjuangan-abah-ruhiat-cipasung-OnaUc

Ahmad Fikri Nabil. (2016). Sejarah Singkat Perjuangan KH. Ilyas Ruhiat Dalam Membina Pospes Cipasung. Diakses pada 29                 Januari 2016. Dari https://abatasacomunityy.blogspot.com/2016/01/sejarah-singkat-perjuangan-kh-ilyas.html

Budi. (2023). Biografi KH. Ruhiat, Pendiri Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Diakses pada 28 November 2023. Dari https://www.laduni.id/post/read/58605/biografi-kh-ruhiat-pendiri-pondok-pesantren-cipasung-tasikmalaya.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *