KONTRIBUSI PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA TAHUN 1914-1942

Paguyuban Pasundan adalah sebuah organisasi etnis Sunda yang berdiri pada tahun 1914. Organisasi ini merupakan salah satu gerakan etnis yang tumbuh dari Jawa Barat dan masih aktif hingga saat ini. Keberadaan Paguyuban Pasundan mencerminkan kekuatan fondasi organisasi ini dan menunjukkan minat yang mendalam dari masyarakat Sunda terhadap perkembangan budaya dan pendidikan di wilayah mereka. Meski banyak organisasi pergerakan nasional lainnya telah bubar, Paguyuban Pasundan tetap bertahan dan terus berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia di berbagai bidang.

Perjalanan panjang Paguyuban Pasundan dalam sejarah perjuangan bangsa Hindia Belanda dapat dibagi menjadi tiga fase utama. Fase pertama berlangsung selama masa penjajahan Belanda hingga tahun 1942, fase kedua selama masa penjajahan Jepang, dan fase ketiga pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini. Pada masa awal berdirinya, Hindia Belanda mengalami kekacauan pemerintahan akibat sistem otoriter, feodalistis, dan otokratis yang diterapkan oleh Belanda dan Jepang. Kondisi ini menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat pribumi. Sebagai organisasi pergerakan nasional, Paguyuban Pasundan berperan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda, termasuk melalui gerakan di bidang pendidikan. Sebagai organisasi yang menyadari pentingnya pendidikan, Paguyuban Pasundan berfokus pada peningkatan pendidikan di wilayah Jawa Barat, khususnya Tasikmalaya. Sebelum tahun 1920, pendidikan di Tasikmalaya masih sangat terbatas, dengan hanya sedikit sekolah modern yang tersedia. Sebagian besar pendidikan yang ada berbentuk pelatihan kerajinan dan pendidikan agama. Menyikapi kenyataan ini, Paguyuban Pasundan mulai mendirikan sekolah-sekolah dan membangun Bale Pamoelang Pasoendan (BPP) di Tasikmalaya, yang kemudian menjadi populer di masyarakat karena kontribusi nya terhadap pendidikan. 

Pada masa penjajahan, Hindia Belanda mengalami keterbelakangan di bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan. Eksploitasi yang dilakukan pemerintah Belanda menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat pribumi. Kesadaran akan pentingnya pendidikan mulai berkembang seiring dengan munculnya kaum intelektual yang mendirikan organisasi-organisasi pergerakan, salah satunya adalah Paguyuban Pasundan. Sebelum penerapan politik etis, pendidikan di Tasikmalaya masih sangat terbatas, terutama pada pendidikan agama dan pelatihan kerajinan. Namun, dengan berdirinya Paguyuban Pasundan, pendidikan di Tasikmalaya mulai mengalami perbaikan. Paguyuban Pasundan Cabang Tasikmalaya berhasil mendirikan HIS Pasundan pada tahun 1922 dan beberapa sekolah lainnya, sehingga pendidikan di Tasikmalaya mulai berkembang pesat dibandingkan wilayah lain.

Pada awal abad ke-20, kesadaran akan keterbelakangan Hindia Belanda di berbagai bidang mulai tumbuh. Kesadaran ini diperkuat oleh penerapan politik etis, yang bertujuan memperbaiki kondisi rakyat pribumi. Namun, kebijakan pendidikan yang diterapkan pemerintah Belanda tidak merata dan diskriminatif, sehingga kaum intelektual pribumi yang telah mengenyam pendidikan modern mulai membentuk organisasi-organisasi pergerakan seperti Paguyuban Pasundan.

            Paguyuban Pasundan didirikan pada tahun 1914 oleh D.K Arwinata di Batavia. Organisasi ini bertahan hingga saat ini dan terus berperan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan. Pada masa awal pendiriannya, Paguyuban Pasundan aktif dalam mendirikan sekolah-sekolah di berbagai wilayah Jawa Barat, termasuk Tasikmalaya, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Sunda. Paguyuban Pasundan tumbuh sejalan dengan kebijakan pemerintah kolonial yang mulai mendirikan sekolah-sekolah bergaya Barat bagi pribumi. Kontribusi Paguyuban Pasundan dalam bidang pendidikan sangat signifikan, khususnya dalam mendirikan sekolah-sekolah yang memberikan akses pendidikan modern bagi masyarakat pribumi di Tasikmalaya.   Paguyuban Pasundan memainkan peran penting dalam perkembangan pendidikan di Tasikmalaya selama periode 1914-1942. Dengan mendirikan sekolah-sekolah dan Bale Pamoelang Pasoendan (BPP), Paguyuban Pasundan berhasil meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat pribumi di Tasikmalaya, yang sebelumnya terbatas pada pendidikan agama dan pelatihan kerajinan. Kontribusi Paguyuban Pasundan dalam bidang pendidikan menjadi fondasi bagi perkembangan pendidikan modern di Tasikmalaya dan Jawa Barat secara keseluruhan.


Referensi

Ekadjati, E. S. Kebangkitan kembali orang Sunda: Kasus Paguyuban Pasundan 1913-1918. (Bandung: PT Kiblat Buku Utama, 1918).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *