Oleh: Ida Rosmaida
Buku dengan judul “Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa”, karya Tim Hanningan, diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) tahun 2015, dengan tebal 414 halaman.
Kelebihan Buku:
Buku ini disajikan dengan pendekatan naratif yang menarik, mencerminkan karakter jurnalisme sastra. Dengan demikian, penjelasan yang diberikan tidak terasa monoton. Setiap bab dimulai dengan kalimat yang mampu mengajak pembaca untuk berimajinasi dan merasakan atmosfer pada masa yang diceritakan. Contohnya, dalam bab Tanah Harapan, Hannigan menulis: ‘Perahu kecil itu terdampar di pantai yang keruh, dipenuhi ikan mati yang berserakan. Seorang pria melompat keluar dengan sorakan gembira. Berpakaian seperti bajak laut, ia melangkahi kayu gelondongan yang mengapung dan menghindari tumpukan rumput laut yang membusuk.’ Dengan sentuhan humor, Hannigan menambahkan: ‘Ia menghela napas panjang, dan melambaikan pedang bengkoknya kepada sekelompok ayam betina kurus yang sedang mematuk sisa makanan. Ayam-ayam itu berkotek marah.’ (hal. 11).
Kalimat-kalimat ini menggambarkan momen ketika pasukan Inggris mendarat di Cilincing pada 4 Agustus 1811. Pria tersebut adalah John Casper Leyden (1775-1811), seorang dokter dan orientalis asal Skotlandia yang merupakan sahabat dekat Raffles serta pengagum Olivia, istri Raffles. Riset yang Mendalam dan Komprehensif
Hannigan mendasarkan tulisannya pada riset yang mendalam, dengan menggunakan sumber-sumber primer seperti arsip kolonial, surat-surat pribadi, dan catatan resmi. Riset ini mencakup tidak hanya perspektif Inggris, tetapi juga mengangkat suara-suara lokal dan sudut pandang dari pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut, baik dari Jawa maupun dari Belanda. Dengan demikian, pembaca mendapatkan gambaran yang kaya dan menyeluruh tentang dinamika kekuasaan selama masa invasi.
Salah satu keunggulan yang di dapat di dalam buku ini riset yang lebih mendalam karena mungkin banyak di era sekarang kita dapat menemukan buku sejarah ataupun yang lainya tidak menggunakan riset yang menyeluruh ketika kita menulis dan mendaptkan sumber sumber primer yang dapat di pertanggung jawabkan kepada masyarakat kita akan menjadi seorang sejarawan yang mengungkap fakta-fakta yang tidak banyak di ketahui oleh khlayak masyarakat mengungkap kebenaran sejarah tidaklah mudah banyak tahapan yang tidak mudah di lakukan mengumpulkan sumber yang kredibel dan juga riset kepada arsip dan perpustakan yang mungkin sumber-sumber itu sudah tidak ada bahkan hilang namun di dalam buku ini penulis sangat memperlihatkan sumber yang kredibel bagi pembaca menandakan bahwa buku ini sangat layak untuk dibeli maupun dibaca baik yang suka sejarah atau hanya ingin tahu mengenai invasi inggris ke jawa bisa saya rekomendasikan untuk membaca buku ini selain itu banyak kebenaran-kebenaran yang belum terungkap di dalam buku ini bahwasanya apabila kita bangsa Indonesia di jajah oleh Inggris ketika kita Merdeka kita bisa menjadi negara maju seperti Singapura dan Australia bahkan Amerika Serikat namun dibalik kesuksesan negara maju tersebut banyak nyawa yang menjadi korban atas kekejaman penjajahan inggris yang begitu kejam kepada negara-negara yang mereka jajah misalnya menerapkan sistem sewa tanah yang menguntungkan bagi penguasa atau sistem politik devide et impera “pecah belah dan dikuasai yang merupakan kekuatan bagi negara penjajah agar bisa memuluskan kekuasaanya di negara yang terjajah.
Kekurangan Buku:
Terlalu banyak berfokus pada sosok Raffles, meskipun judulnya menyebutkan “Invasi ke Jawa”, fokus utama buku ini adalah Raffles sendiri, dan sebagian besar cerita berfokus pada tindakannya dan keyakinannya politik. Ini menyebabkan beberapa aspek penting dari sejarah invasi yang lebih luas, seperti peran aktor lokal dan kondisi sosial masyarakat, kurang diperhatikan. Ini mungkin kurang memuaskan bagi pembaca yang berharap mendapatkan pemahaman yang lebih seimbang tentang pengaruh Raffles dan dampak luas invasi Inggris. Dan juga ketika say abaca di halaman pertama itu menceritakan mengenai awal mula kehidupan raffles dan juga para pejabat tinggi inggris mmengenai peran dan strategi bagaimana pasukan Inggris menguasai Jawa dengsn taktik mereka yang sangat gemerlang.
Bagaimana raffles survive sebagai bangsa asing yang ingin menguasai jawa menurutnya jawa sangan menarik bagi raffles memang sudah menjadi sasaran lama dari Raffles yang menganggap bahwa Jawa merupakan “Land of Hope”, atau Tanah Harapan dengan segudang harta karun di dalamnya. Langkah yang dilakukan Raffles usai menalukkan Batavia adalah memahami kondisi sosial politik di Pulau Jawa terutama daerah Vorstenlanden, wilayah yang didiami kekuasaan monarki pecahan Kesultanan Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) Menurut saya juga di dalam buku ini alurnya mengalir namun sangat berat untuk di pahami bagi orang awam yang ingi mempelajari sejarah kita harus memahami dari awal membacanya berulang agar lebih memahami isinya. Selanjutnya mengenai Ilustrasi visual di dalam buku ini kuranya ilustrasi visual mengenai rafles dan invasinya ke jawa seharusnya bisa di tambahkan dalam bentuk foto visual yang membuat pembaca seolah-olah membayangkan kejadian yang sedang terjadi agar tidak membuat pembaca merasa bosen akan buku bacaanya yang hanya itu-itu saja tanpa ada tambahan gambar visual yang lebih menarik.
Alasan Membaca buku:
Alasan mengapa saya membaca buku ini karena ketika saya sedang mencari buku di Gramedia saya mencari ke sudut Lorong yang tersimpan banyak buku-buku sejarah yang banyak menarik perhatian diri saya tetapi ketika saya melihat buku Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa saya sangat tertarik untuk membelinya dan membacanya tetapi saya bimbingan ketika melihat buku pangeran di ponegoro tetapi waktu itu saya membulatkan tekad untuk membeli buku raffles dan invasi inggris ke jawa karena membaca dari synopsis pun banyak fakta-fakta yang mungkin akan terjawab melalui buku yang saya baca ni mengapa karena ketika saya membaca sinopsisnya pun banyak teka-teki yang saya ingin tahu dari buku ini mengenai mengapa negara-negara seperti Singapura dan Australia menjadi negara maju sedangkan Indonesia yang di jajah Belanda membutuhkan waktu lama untuk menjadi negara maju padahal ketika kita menilik sejarah bahwasanya negara Indonesia lebih Merdeka terlebih dahulu. Dibandingkan dengan negara Singapura mengapa bisa terjadi seperti itu karena menurut cerita yang pernah saya dengar bahwa ketika inggris menginvasi Singapura mereka dikuasai tanahnya tetapi dicerdaskan dalam bidang manusianya berbanding terbalik dengan Indonesia kita di bodoh-bodohi tentang pendidikan, dan hanya diperas mengenai kekayaan alam yang ada di Indonesia tetapi rakyatnya baru dicerdaskan setelah Merdeka namun di buku ini juga disebutkan mengenai kekejaman invasi inggris yang belum diketahui banyak orang dan karena saya sangat menyukai sejarah mengenai negara-negara Eropa yang menginvasi negara asia membuat saya ingin mengulik lebih dalam mengenai sejarah-sejarah negara Eropa secara mendalam.
Gambaran Umum Isi Buku:
Tim Hannigan penulis buku ini terpengaruh oleh pernyataan beberapa orang Indonesia yang menunjukkan bayangan keberuntungan akibat penjajahan Inggris dan penyesalan akibat penjajahan Belanda. Hasilnya adalah perspektif baru pada Sir Thomas Stamford Bingley Raffles. suatu dekonstruksi yang mungkin tidak disukai oleh para penganut dan pendukung Raffles. Jurnalis spesialis dari Indonesia dan India, Tim Hannigan, dan Letnan Gubernur yang berkuasa di Jawa, menemukan bahwa diskusi tentang pendudukan Inggris di Jawa kurang dibahas. Hanya ditemukan di bagian tengah beberapa buku biografi Raffles (hal.7). Timbul pertanyaan mengapa hal itu terjadi. suatu pertanyaan yang seharusnya muncul di benak para sejarawan. Tidak diragukan lagi, bukti akan diperlukan untuk menjawab pertanyaan tersebut, dan bukti ini akan digunakan untuk memperkuat argumen dan analisis di masa mendatang. Sejarawan beroperasi dengan cara ini.
Gaya narasi buku ini sangat menarik. Tipe jurnalisme agar penjelasan yang diberikan tidak terlalu singkat. Setiap bab dimulai dengan kalimat yang memungkinkan kita berpikir tentang apa yang terjadi selama periode yang diceritakan. Sebagai contoh, dalam bab Tanah Harapan, Hannigan menulis, “Perahu kecil itu kandas di pantai yang keruh dan penuh dengan ikan mati berserakan.” Seorang pria melompat dengan gembira. Berpakaian seperti bajak laut, dia melangkahi kayu gelondongan yang mengapung dan menghindari gumpalan rumput laut yang membusuk, kata Hannigan dengan jenaka, “Dia menghela napas panjang,…dan melambaikan pedang bengkoknya ke sekelompok ayam betina kurus yang mematuk sisa makanan.” Kotek itu marah. Kalimat-kalimat ini menggambarkan keadaan saat pasukan Inggris mendarat di Cilincing pada 4 Agustus 1811. John Casper Leyden adalah dokter dan orientalis yang hidup dari 1775 hingga 1811.
Banyak nama yang ditampilkan dalam buku ini selain John Leyden. Baik yang menyukai Raffles dan kemudian menentangnya. Misalnya, tidak banyak yang diketahui tentang istri pertama Raffles, Olivia Mariamne Raffles (1771-1814). Hannigan mengatakan bahwa orang-orang yang menentang Raffles percaya bahwa pernikahannya dengan Olivia, janda yang lebih tua sepuluh tahun, berkaitan dengan karirnya. Raffles naik pangkat dari juru tulis biasa di East India Company di London dan mendapat kenaikan gaji 2000 persen saat diberangkatkan ke Asia Tenggara (Penang). Olivia dikabarkan adalah gundik atasan Raffles, William Ramsay. Raffles menikahi Olivia dan mendapatkan promosi sekaligus untuk menghilangkan malu bosnya. Menurut Hannigan, bagaimanapun, hal itu masih perlu dibuktikan.
Lady Sophia Raffles (1786–1858), istri kedua Raffles yang dinikahi pada 1817, mengubah nama dan peran Olivia, menurut Hannigan. Kolonel Hugh Robert Rollo Gillespie (1766–1814) adalah salah satu nama yang kemudian menentang Raffles. Lelaki Irlandia bertubuh kecil yang hidupnya penuh dengan medali, jenazah, dan luka-luka mengingatkan kita pada kombinasi sosok masa kini seperti James Bond dan Indiana Jones. Kita dapat menganggap Gillespie sebagai karakter rekaan jika tidak ada bukti lukisan cat minyak, surat-surat, atau laporan (hal.71). Pada akhirnya, para perwira yang membantu menembus benteng Cornelis, menyerang Palembang, Surakarta, dan menjarah Keraton Yogyakarta bergabung dengan Raffles. Anggaran militer adalah penyebabnya (hal. 178). Sementara Gillespie ingin mendapatkan lebih banyak dana untuk militer, Raffles ingin mengurangi kehadiran mereka di Jawa. Akibatnya Perseteruan antara Raffles dan Gillespie menempatkan Otho Travers (1755-1844), ajudan Raffles, dalam posisi yang sulit. Travers, yang memiliki rasa hormat terhadap Gillespie namun tetap setia kepada Raffles, merasa bingung dengan situasi tersebut. Di kemudian hari, ketika Lady Sophia Raffles menyusun buku Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles (1830), Travers diminta untuk membantu mengisi bagian mengenai masa pemerintahan Raffles di Jawa. Buku Memoir of the Life, yang berisi surat-surat Raffles beserta semua balasannya, menurut Hannigan, menjadi ‘sumber terpercaya satu-satunya’ bagi para penulis biografi Raffles dari akhir 1890-an hingga 1990-an tanpa mendapatkan kritik. Namun, dalam proses penyusunan buku tersebut, Sophia melakukan seleksi dan menghapus bagian-bagian yang dianggap tidak baik dan memalukan. Dia hanya memilih bagian yang menggambarkan Raffles sebagai sosok pahlawan yang sempurna (hal.392).